Penerjemah

Rabu, 30 Januari 2013

PINTU BATIN


PINTU BATIN


Cerita ini menceritakan Seorang yang mempunyai PINTU BATIN yang sangat kuat terhadap orang" yang ada disekitarnya.

“…tak uwusi gunem iki
niatku mung aweh wikan
kebatinan akeh lire 
lah gawat kaliwa-liwat
mula dipun prayitna 
aja kleru pemilihmu 
lamun mardi kebatinan…”

Artinya : “…Saya selesai berbicara/ saya hanya berharap kamu bisa mengerti / jadi berhati-hatilah/ jangan membuat kesalahaan/jika kamu belajar ilmu kebatinan…”



Lagu klasik jawa ini merupakan nasehat yang sering dinyanyikan oleh para sesepuh kraton kepada mereka yang ingin belajar ilmu kebatinan atau kejawen.lebih lanjut para sesepuh mengingatkan bahwa tujuan utama ilmu kejawen adalah meningkatkan ilmu spiritual dan menemukan arti hidup sebenarnya.

Yang selalu mengingatkan aku akan hal ini. Ilmu silat yang mumpuni saja tidaklah cukup. Selain tubuh, batin harus diaasah. Kalau mungkin yangti menyampaikannya kepadaku dengan bicara biasa, artinya tidak terasa. Tapi tapi yangti selalu menembang saat menasihatiku dengan kata-kata ini.
Yang aku tidak habis pikir, yangti yang keturunan kalijaga juga percaya kejawen.
Lebih lanjut yangti berkata kejawen bukan berati ilmu gaib atau hal-hal gaib lainnya.justru kondisi spiritual bisa diraih jika seseorang percaya penuh kepada gusti Allah,atau yanti menyebutnya,gusti pangeran.
“Ingat cipta, rasa,karsa,dan karya yang tertuju kepada mamayu hayuning bawono.ati suci jumbuhing kawula gusti,” kata yangti berulang kali.
Mamayu hayuning bawono adalah memelihara kelestarian atau keindahan dunia dan isinya demi kemakmuran dan kedamaian bumi.
Sementara , Ati suci jumbuhing kawula gusti adalah keselarasan hubungan antara sesama dan tuhan pencipta semesta alam.
Aku tahu yangti bukan orang biasa.mpok nyit juga bukan orang biasa. Tapi yangti luar biasa dalam hal lain.bukan karna darah yang mengalir ditubuhnya tp karna aura yangti sendiri.Berdekatan,apalagi berbicara dengan wanita berusia tujuh puluh delapan tahun ini seperti membawa suatu energi. Jika aku sedang bersedih seakan kelaraan hatiku meredup,jika aku sakit seakan rasa sakitku menghilang, namun jika aku gembira, hatiku seakan melonjak-lonjak.
Bagaimana seseorang yang ditinggal mati suaminya dengan bayi berusia lima bulan ditengah-tengah perang kemerdekaan masih bisa terus hidup?Terkadang aku berfikir, pantaskah aku mengeluh dalam hidup ini mengingat sebenarnya ada orang lain yang lebih menderita.
Rasanya aku ingin menutup mata pada setiap kenyataan.rasanya aku ingin menjadi bowo yang bodoh dan tidak tahu ‘rahasia’ apa-apa. Semakin banyak yang kutahu,semakin banyak yang tidak kumengerti.
Pernah, suatu ketika aku bermimpi bertemu seorang kakek berjenggot panjang yang menyuruhku untuk pergi kearah timur.aku tidak mengerti apamaksudnya.sesudah bangun, keinginan untuk memenuhi perintah sikakek itu seperti tidak terbendung.Aku harus pergi kearah timur.Timuuur….timur mana? Jakarta timur?jawa timur? 
Untungnya saat itu aku baru lulus SMA dan memiliki waktu luang cukup lumayan untuk sebuah perjalanan. Aku lalu pamit pada mama dengan alasan,”Mau pergi berlibur bersama temen-teman ke surabaya.” Kebetulan dodi memang punya saudara yang tinggal disana. Mama juga mengizinkan karna aku punya saudara sepupu disana. Tapi tentu saja aku tidak pergi dengan dodi, atau dengan siapa-siapa.aku juga tidak tahu kenapa kota surabaya yang aku sebut.
Pergilah aku malam itu ke surabaya dengan bus malam.sampai disana pukul sembilan pagi, lalu aku berjalan mondar-mandir tanpa arah. Tentu saja sebenarnya tahu sedikit kota surabaya,memngingat kami sekeluarga beberapa kali pernah kesana.
Hari sudah siang ketika bus menuju kota malang melintas. Entah mengapa ada yang seperti membisikan ditelingaku untuk segera menumpang bus tersebut.yahu-tahu kakiku berlari cepat diiringi dengan nafas yang terengah-engah.akupun berhasil menaiki bus tersebut,menuju malang.
Sampai sana lagi-lagi aku bingung. Duduk di terminal bus sambil pikiranku tak menentu, mendadak saja aku melihat seorang kakek,mirip yang hadir dimimpiku,manaiki angkutan kota (angkot) yang menuju daerah batu dan pujon. 
Herannya, didalam angkot aku tidak menemukan kakek tadi.
Ah, Mungkin Aku salah liat. Ankot terus melintas kota baru yang punya simbol patung buah apel hijau raksasa, Tapi herannya aku tidak juga ingin turun. Hingga angkot menuju perbukitan pinus dan melintas desa sebaluh didaerah pujon. Sebuah patung sapi putih menarik perhatian ku.tiba-tiba mata sapi itu seperti mengeluarkan sinar. Tanpa kusadari aku memencet tombol untuk berhenti.
Tempat apakah ini? Aku pernah kesini.
“ Badhe tindak pundi, mas?” tanya seorang wanita muda berkerudung putih dan berkebaya serba coklat padaku sambil tersenyum,
Ditanya mau kemana, aku menggeleng.
“Kesel?”
Ditanya kesel atau capek, aku mengangguk.
Lalu wanita tadi menuding kearah kirinya, keperkebunan kembang kol.
“ Disana ada tempat istirahat.”
Aku mengangguk.” Matur nuwun.”
Wanita yang ku tebak berusia dua puluh tahun itu lalu tersenyum dan membalikan badan. Ia berjalan dengan cepat, tanpa menengok lagi kearah ku.
Hari hampir senja. Sebaiknya aku cepat-cepat menemukan tempat untuk beristirahat. Aku pun lalu berjalan menuju arah yang disebutnya.Brr..badanku sedikit mengigil. Siapa sangka aku berada didataran tinggi seperti ini? Dengan badan lesu aku melintasi pematang, sambil berfikir,” Aku pasti sudah gila. kalau tidak, mengapa aku kesini?”
Dua kilo meter kemudian, samar-samar kulihat kawasan kuburan ditengah-tengah perkebunan kembang kol. Ah, masa iya? Iya. Aku tidak salah. Aku lalu memutari dengan hanya sekitar sepuluh nisan.
Anehnya,mendadak suhu menjadi hangat. Atau, tubuhku yang sudah terlalu lemas dan nyaris pingsan? Aku lalu menyandar di suatu batu bersar dan tertidur.
Percaya apa tidak, saat aku bangun hari sudah pagi. Sekelilingku berwarna jingga terang. Aku berdiri dan menengok.Oo..mana kuburan tadi! Ada apa ini? Mimpikah aku. Mana kebun sayur ? kemana pohon-pohon?kenapa sekelilingku kosong? Kenapa tanah dan langit berwarna jingga?
“Aaaaa..!” teriakku frustasi.
Sampai akhirnya aku melonggok kebelakang dan samar-samar melihat sebuah istana! Istana? Mirip rumah jawa atau joglo yang samar-samar dan bersinar. Tidak jelas, seperti kabut atau awan yang menutupi istana jawa tersebut. Istana di awang-awang? Apakah aku sudah mati? Ah,tidak! Tidak! 
Istana joglo itu mendadak seperti berjalan mendekat kearah ku. Lalu mendadak ada pintu gerbang dari kayu berdiri didepanku. Istana itupun seperti sembunyi dibaliknya.
Tangan ku seperti diperintahkan untuk menggedor-gedor pintu, yang tampaknya ditahan dengan palang pintu. Duk!duk,duk! Tak beberapa lama pintu gerbang raksasa itu terbuka, lalu…..
Mendadak cahaya putih lurus, seperti sinar laser,menghunjamku. Aku terbang terpental beberapa meter.sesudah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.saat aku terbangun, hari memang sudah pagi. Tapi semua kembali normal. Paling tidak menurutku saat itu.
Aku tidak mati. Mungkin karena saking capeknya aku sampai mimpi buruk atau halusinasi.
Selanjutnya, aku kembali ke surabaya dan pulang ke jakarta secepatnya. Itu mauku memang. Tapi perjalanan terasa lama plus mengerikan. Tahu kenapa?
Didalam bus aku melihat warna-warna! 
Semua orang diselimuti warna! Ada yang merah, ungu, hijau, hitam, biru, kelabu,…segala warna! Mungkin kepala ku mau pecah! Mungkin aku kecapaian! Aku lalu menutup mata, dari pada bola warna-warna aneh tadi tertangkap mataku.
Akhirnya, setelah perjalanan yang depressing itu, aku sampai juga kerumah. Tubuhku masih merasa merinding
“ Mas bowo, kemana aja sih! Katanya kesurabaya Cuma dua hari…” celoteh june saat melihatku.
“Emang..”
“Emang gimana? Mas itu pergi hampir dua minggu, sadar ga sih? Mama udah panik tuh.semua diteleponin, pokonya …semua deh diributin…ih, lagian kok bisa jadi kurus kaya gembel gitu sih?”
Aku bengong dua minggu
“ Dua minggu june?”
“pura-pura lagi… aku ga ikutan ah kalo mamah marah.sukurin?” kata june sambil ngeloyor menuju kamarnya
Aku seperti disoriensi. Nggak salah nih? Perasaan aku pergi paling lama juga tiga hari. Ada apa sih sebenernya? Lalu, kuraba wajahku. 
Kumis dan brewokku sedikit lebat, benar seperti gembel atau gelandangan…hm…mungkinkah? Ah, masa? Dua minggu?
Tidak ku ceritakan reaksi mama. Yang patut kusebut adalah keherananku. Mengapa? Mengapa saat aku menunduk ketika dimarahi mama dan kemudian aku menatap wajah mama, mendadak aku melihat bayangan ungu disekelilingnya. Ya, sekujur tubuh mama terselimuti bayangan ungu. Aku merinding,. Aku bahkan tidak berani untuk mendekat atau bahkan bertanya pada mama. Ketika mama puas mengomeliku panjang lebar dan meninggalkan aku, aku buru-buru menghambur kekamar. Namun, dipojok ruang keluarga seseorang duduk memperhatikan. Yangti,
Seperti magnet, kakiku melangkah kearah yangti dan mencium tangannya.”sugeng,yangti,” ujarku.


Haha? Apa ini? Yangti diselimuti warna biru?
“ Nanti yangti cerita sesudah kamu mandi,” ujar yangti setengah berbisik.
Aku mengangguk. Belum pernah aku ingin mandi dan bercukur dengan cepat seperti saat itu. Penasaran pada bakal cerita yangti.
Aku mengetok kamar yangti.
“ Masuk le.”
Aku buru-buru duduk disebelah yangti yang sepertinya sudah menanti kedatanganku.
“Ada apa sebenarnya yangti?” tanya ku penasaran.
“Mata ketiga,”sahut yangti pendek.
“Apa itu mata tiga?” tanya ku bingung
“Dengar baik-baik… sejak lahir kamu sudah punya indra keenam,itu kita tahu. Mata ketiga adalah sebutan sebutan istimewa untuk orang yang mempunyai kelebihan melihat hal-hal yang kasat mata, atau mampu menembus apa yang tidak bisa diketahui orang lain…”
“Bowo ga ngerti…”
“Gini. Bowo pergi kemana?”
“pujon. Tempat apa sih itu yangti?”
Yangti menghela nafas panjang. “Sudah yangti kira,” begitu jawabnya.
“Memengnya ada apa disana?”
“Begini.keturunan pangeran santri, anak sunan kalijaga, ada yang tinggal didaerah situ, termasuk orang tua yangti atau buyutmu…”
“Hah? Kok ga pernah ada yang cerita ?”
“Karena kamu atau june ga pernah nanya yangti….Hehehe,” ujar yang geli sendiri.
“Lalu kenapa yangti punya rumah di jogja dan memilih tinggal disana?”
“Ya mengikuti almarhum eyang kakung kamu to le. Tapi yangti suka kesepian disana, mangkane nyambangi kamu terus disini.”

Aku termangu. 
“Ada kuburan di pujon sana yangti.kiburan siapa?”
“Kuburan keluarga kita..”
“Tapi kok tidak terawat?”
“Juru kunci yang metrawat kuburan itu sudah meninggal,namanya eyang seno. Sesudah itu tidak ada yang berani merawatnya.tapi setiap ada keluarga yang kesana,termasuk yangti.pasti akan membersihkannya…?”
“Penduduk pujon bagaimana?”
“Tidak ada yang berani mendekatinya, apalagi mengusiknya. Mereka membiarkannya saja. Konon. Ada seorang laki-laki muda yang iseng menendang-nendang salah satu batu nisan tapi kemudian ia justru berenang…”
“Kok berenang?”
“Iya. Dia tiba-tiba seperti dibawa gelombang laut dan berada ditengah-tengah lautan. Lalu dia terpaksa berenang tapi sepanjang mata memandang hanya lautan. Hingga akhirnya salah satu penduduk menemukan dan menyadarkannya…”
“Ooo…tapi paling tidak mboknya diperbaiki supaya kelihatan rapih…”
“Hush, mana ada yang beran merenovasi atau memperbaiki kuburan aslinya? Semua takut, juga keluarga….”
“Lalu,apakah anggota keluarga yang masih ada ini jika meninggal bisa dikuburkan disana?”
“Kalau masih keturunan santri, Ya. Tapi setahu yangti nggak ada yang berani.keluarga terakhir yang dikuburkan disana adalah eyang buyut yangti. Yang lainnya, termasuk buyut kamu sendiri, dikubur dikuburan umum.”
“Heran.kok tidak ada yang pernah ada yang mengajak bowo kesana?”
“Soalnya sudah tidak ada keluarga yang tinggal disana. Lagi pula siapa bilang kamu tidak pernah kesana? Sewaktu mamamu hamil kamu, yangti dan mama kesana…”
“Tapi kan bowo ada diperut…”
“Suatu hari nanti,kita kesana…”
“Yeee yangti, bowo sudah kesana sendirian, ingat?”
“Nah itu?”
“Lalu istana yang bowo lihat ada dong yangti?”
“Istana?”
Waja yangti yang penuh kerutan tampak lebih berkerut,heran.
“Ya apalah namanya.joglo atau apa,tapi bowo seperti melihat rumah besar yang bersinar.justru sinar putih yang menghujam bowo datang dari pintu gerbangnya yang terbuka.”
Yangti menggeleng. “Yang itu yangti nggak tahu. Mungkinkah rumah keluarga nenek moyang kita dulu? Mungkin rumah itu hancur ah…entahlah…sudah,nggak usah dipikirin.kamu tahu nggak sih ‘wo, kalau sunan kalijaga mau pergi, konon terkadang beliau hanya memejamkan mata dan bisa sampai kesana.”
“Ya yangti, Tapi bowo bukan sunan kalijaga .Bowo capek…,”keluhku.
Yangti tertawa geli.
“Dulu semasa muda sunan kalijaga juga mirip kamu, dalam arti sedikit nakal namun sebenarnya berhati baik. Iya bahkan menyebut dirinya sendiri berandal lokajaya dan berlaku seperti robin Hood, pembela kaum miskin dengan merampok orang kaya dan kikir.
Namun ini salah…salah. Dan tentu saja beliau nantinya sadar dan dituntun sunan bonang yang seperti kamu ketahui,lalu menjadi sunan kalijaga.”
Namun, kemudian wajahnya berubah menjadi serius dan menatapku tajam-tajam. “Nasib setiap orang sudah digariskan… Hati-hati, orang yang mendapat kelebihan seperti kamu, biasanya hidupnya penuh cobaan,” pesannya.
“Cobaan bagaimana?”
“Wis to. Hati-hati dengan mata ketigamu. Gunakan dengan bijaksana.”
“Tunggu dulu yangti.itukah sebabnya bowo melihat bayangan ungu”
“bayangan ungu.”
“Ya, disekitar mama…”
“O..aura maksudmu. Ya, kalau kamu berkonsentrasi, kamu bias melihat aura orang lain. Ungu maksudnya mungkin mamamu sedang sedih dan kalut memikirkan kamu, misalnya. Yangti juga kurang mengerti…”
Aku masih merinding setiap mengingat hal itu. Begitulah ceritanya. Soal mata ketiga kini menjadi hal yang lumrah bagiku. Kemudian aku tahu, istilah itu bahkan banyak dipakai oleh orang Tibet. Aku tahu hal ini kemudian hari dari jigme,suami june, jigme cerita, beberapa lama yang berbakat, atau memiliki indera keenam, ‘dibuka’ untuk mengetahui misteri kehidupan seperti ku. Ya,ya,ya…aku berusaha menutup mata.
“Kalau mas bowo mau thu lebih banyak, orang Tibet, paling tidak aku, percaya pada kejadian yang dialami Tuesday lobsang rampa,” ujarnya.
“Siapa dia?” Tanyaku heran.
“Banyak orang yang percaya dia adalah reinkarnasi seorang lama dari Tibet. Dan orang yang memiliki mata tiga memang harus dibuka,” jawab jigme.
“Dibuka bagaimana?”
“Ya,caranya berbeda-beda.”
“Maksudmu?” Tanyaku makin tidak mengerti.
“Kalau mas dulu kena cahaya putih, nah lobsang harus dibantu lama lain dalam upacara khusus untuk pembukaannya.”
“Kamu bicara apasih jigme? Maksudmu semacam ritual?” ujarku penuh tanda Tanya.
“Ya.di Tibet kami percaya bahwa orang yang memiliki keistimewaan itu harus membaginya dengan orang lain, dalam arti kata menggunaannya untuk kepentingan yang berguna.”
“Misalnya?” tanyaku terus penasaran.
Jigme lalu bercerita tentang proses terbukanya mata ketiga ini yang benar-benar mengerikan. Seorang astrolog meramalkan bahwa disaat ulang tahunnya yang ke delapan adalah waktu yang tepat untuk membuka mata ketiga.
Katanya sih lobsang rampa mampu membaca aura orang alias melihat gelagat dan sifat orang apa adanya. Jadi, ia bias melihat warna-warna aura disekeliling jika ia mau!
Kita bisa mengartikan aura sebagai vibrasi di setiap objek material.
Aura juga merupakan suatu manifestasi fisik daerah elektrik dari setiap makhluk hidup. Setiap manusia memiliki warna aura tersendiri.
Dari brosur yang diberikan padaku disebutkan warna dan intensitas dari aura,terutama disekeliling dan atas kepala,memiliki arti tersendirimelihat aura seseorang bisa dikatakan melihat atau membaca pikiran orang sebelum orang itu berbicara.bahkan untuk orang yang biasa melihat aura, akan mengerti siapa orang yang berbohong, siapa yang tidak.
Dari segi sepiritual, aura adalah tanda. Jika seseorang mampu mendeteksi orang lain dengan warna auraterang dan bersih, hampir bisa diartikan artinyapun demikian. Jika warna aura didominsai warna hitam, gelap dan kotor, bisa dinyatakan orang itu memiliki intensi yang tertutup dan mencurigakan. 

PINTU BATIN


“…tak uwusi gunem iki
niatku mung aweh wikan
kebatinan akeh lire
lah gawat kaliwa-liwat
mula dipun prayitna
aja kleru pemilihmu
lamun mardi kebatinan…”

Artinya : “…Saya selesai berbicara/ saya hanya berharap kamu bisa mengerti / jadi berhati-hatilah/ jangan membuat kesalahaan/jika kamu belajar ilmu kebatinan…”



Lagu klasik jawa ini merupakan nasehat yang sering dinyanyikan oleh para sesepuh kraton kepada mereka yang ingin belajar ilmu kebatinan atau kejawen.lebih lanjut para sesepuh mengingatkan bahwa tujuan utama ilmu kejawen adalah meningkatkan ilmu spiritual dan menemukan arti hidup sebenarnya.

Yangti selalu mengingatkan aku akan hal ini. Ilmu silat yang mumpuni saja tidaklah cukup. Selain tubuh, batin harus diaasah. Kalau mungkin yangti menyampaikannya kepadaku dengan bicara biasa, artinya tidak terasa. Tapi tapi yangti selalu menembang saat menasihatiku dengan kata-kata ini.
Yang aku tidak habis pikir, yangti yang keturunan kalijaga juga percaya kejawen.
Lebih lanjut yangti berkata kejawen bukan berati ilmu gaib atau hal-hal gaib lainnya.justru kondisi spiritual bisa diraih jika seseorang percaya penuh kepada gusti Allah,atau yanti menyebutnya,gusti pangeran.
“Ingat cipta, rasa,karsa,dan karya yang tertuju kepada mamayu hayuning bawono.ati suci jumbuhing kawula gusti,” kata yangti berulang kali.
Mamayu hayuning bawono adalah memelihara kelestarian atau keindahan dunia dan isinya demi kemakmuran dan kedamaian bumi.
Sementara , Ati suci jumbuhing kawula gusti adalah keselarasan hubungan antara sesama dan tuhan pencipta semesta alam.
Aku tahu yangti bukan orang biasa.mpok nyit juga bukan orang biasa. Tapi yangti luar biasa dalam hal lain.bukan karna darah yang mengalir ditubuhnya tp karna aura yangti sendiri.Berdekatan,apalagi berbicara dengan wanita berusia tujuh puluh delapan tahun ini seperti membawa suatu energi. Jika aku sedang bersedih seakan kelaraan hatiku meredup,jika aku sakit seakan rasa sakitku menghilang, namun jika aku gembira, hatiku seakan melonjak-lonjak.
Bagaimana seseorang yang ditinggal mati suaminya dengan bayi berusia lima bulan ditengah-tengah perang kemerdekaan masih bisa terus hidup?Terkadang aku berfikir, pantaskah aku mengeluh dalam hidup ini mengingat sebenarnya ada orang lain yang lebih menderita.
Rasanya aku ingin menutup mata pada setiap kenyataan.rasanya aku ingin menjadi bowo yang bodoh dan tidak tahu ‘rahasia’ apa-apa. Semakin banyak yang kutahu,semakin banyak yang tidak kumengerti.
Pernah, suatu ketika aku bermimpi bertemu seorang kakek berjenggot panjang yang menyuruhku untuk pergi kearah timur.aku tidak mengerti apamaksudnya.sesudah bangun, keinginan untuk memenuhi perintah sikakek itu seperti tidak terbendung.Aku harus pergi kearah timur.Timuuur….timur mana? Jakarta timur?jawa timur?
Untungnya saat itu aku baru lulus SMA dan memiliki waktu luang cukup lumayan untuk sebuah perjalanan. Aku lalu pamit pada mama dengan alasan,”Mau pergi berlibur bersama temen-teman ke surabaya.” Kebetulan dodi memang punya saudara yang tinggal disana. Mama juga mengizinkan karna aku punya saudara sepupu disana. Tapi tentu saja aku tidak pergi dengan dodi, atau dengan siapa-siapa.aku juga tidak tahu kenapa kota surabaya yang aku sebut.
Pergilah aku malam itu ke surabaya dengan bus malam.sampai disana pukul sembilan pagi, lalu aku berjalan mondar-mandir tanpa arah. Tentu saja sebenarnya tahu sedikit kota surabaya,memngingat kami sekeluarga beberapa kali pernah kesana.
Hari sudah siang ketika bus menuju kota malang melintas. Entah mengapa ada yang seperti membisikan ditelingaku untuk segera menumpang bus tersebut.yahu-tahu kakiku berlari cepat diiringi dengan nafas yang terengah-engah.akupun berhasil menaiki bus tersebut,menuju malang.
Sampai sana lagi-lagi aku bingung. Duduk di terminal bus sambil pikiranku tak menentu, mendadak saja aku melihat seorang kakek,mirip yang hadir dimimpiku,manaiki angkutan kota (angkot) yang menuju daerah batu dan pujon.
Herannya, didalam angkot aku tidak menemukan kakek tadi.
Ah, Mungkin Aku salah liat. Ankot terus melintas kota baru yang punya simbol patung buah apel hijau raksasa, Tapi herannya aku tidak juga ingin turun. Hingga angkot menuju perbukitan pinus dan melintas desa sebaluh didaerah pujon. Sebuah patung sapi putih menarik perhatian ku.tiba-tiba mata sapi itu seperti mengeluarkan sinar. Tanpa kusadari aku memencet tombol untuk berhenti.
Tempat apakah ini? Aku pernah kesini.
“ Badhe tindak pundi, mas?” tanya seorang wanita muda berkerudung putih dan berkebaya serba coklat padaku sambil tersenyum,
Ditanya mau kemana, aku menggeleng.
“Kesel?”
Ditanya kesel atau capek, aku mengangguk.
Lalu wanita tadi menuding kearah kirinya, keperkebunan kembang kol.
“ Disana ada tempat istirahat.”
Aku mengangguk.” Matur nuwun.”
Wanita yang ku tebak berusia dua puluh tahun itu lalu tersenyum dan membalikan badan. Ia berjalan dengan cepat, tanpa menengok lagi kearah ku.
Hari hampir senja. Sebaiknya aku cepat-cepat menemukan tempat untuk beristirahat. Aku pun lalu berjalan menuju arah yang disebutnya.Brr..badanku sedikit mengigil. Siapa sangka aku berada didataran tinggi seperti ini? Dengan badan lesu aku melintasi pematang, sambil berfikir,” Aku pasti sudah gila. kalau tidak, mengapa aku kesini?”
Dua kilo meter kemudian, samar-samar kulihat kawasan kuburan ditengah-tengah perkebunan kembang kol. Ah, masa iya? Iya. Aku tidak salah. Aku lalu memutari dengan hanya sekitar sepuluh nisan.
Anehnya,mendadak suhu menjadi hangat. Atau, tubuhku yang sudah terlalu lemas dan nyaris pingsan? Aku lalu menyandar di suatu batu bersar dan tertidur.
Percaya apa tidak, saat aku bangun hari sudah pagi. Sekelilingku berwarna jingga terang. Aku berdiri dan menengok.Oo..mana kuburan tadi! Ada apa ini? Mimpikah aku. Mana kebun sayur ? kemana pohon-pohon?kenapa sekelilingku kosong? Kenapa tanah dan langit berwarna jingga?
“Aaaaa..!” teriakku frustasi.
Sampai akhirnya aku melonggok kebelakang dan samar-samar melihat sebuah istana! Istana? Mirip rumah jawa atau joglo yang samar-samar dan bersinar. Tidak jelas, seperti kabut atau awan yang menutupi istana jawa tersebut. Istana di awang-awang? Apakah aku sudah mati? Ah,tidak! Tidak!
Istana joglo itu mendadak seperti berjalan mendekat kearah ku. Lalu mendadak ada pintu gerbang dari kayu berdiri didepanku. Istana itupun seperti sembunyi dibaliknya.
Tangan ku seperti diperintahkan untuk menggedor-gedor pintu, yang tampaknya ditahan dengan palang pintu. Duk!duk,duk! Tak beberapa lama pintu gerbang raksasa itu terbuka, lalu…..
Mendadak cahaya putih lurus, seperti sinar laser,menghunjamku. Aku terbang terpental beberapa meter.sesudah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.saat aku terbangun, hari memang sudah pagi. Tapi semua kembali normal. Paling tidak menurutku saat itu.
Aku tidak mati. Mungkin karena saking capeknya aku sampai mimpi buruk atau halusinasi.
Selanjutnya, aku kembali ke surabaya dan pulang ke jakarta secepatnya. Itu mauku memang. Tapi perjalanan terasa lama plus mengerikan. Tahu kenapa?
Didalam bus aku melihat warna-warna!
Semua orang diselimuti warna! Ada yang merah, ungu, hijau, hitam, biru, kelabu,…segala warna! Mungkin kepala ku mau pecah! Mungkin aku kecapaian! Aku lalu menutup mata, dari pada bola warna-warna aneh tadi tertangkap mataku.
Akhirnya, setelah perjalanan yang depressing itu, aku sampai juga kerumah. Tubuhku masih merasa merinding
“ Mas bowo, kemana aja sih! Katanya kesurabaya Cuma dua hari…” celoteh june saat melihatku.
“Emang..”
“Emang gimana? Mas itu pergi hampir dua minggu, sadar ga sih? Mama udah panik tuh.semua diteleponin, pokonya …semua deh diributin…ih, lagian kok bisa jadi kurus kaya gembel gitu sih?”
Aku bengong dua minggu
“ Dua minggu june?”
“pura-pura lagi… aku ga ikutan ah kalo mamah marah.sukurin?” kata june sambil ngeloyor menuju kamarnya
Aku seperti disoriensi. Nggak salah nih? Perasaan aku pergi paling lama juga tiga hari. Ada apa sih sebenernya? Lalu, kuraba wajahku.
Kumis dan brewokku sedikit lebat, benar seperti gembel atau gelandangan…hm…mungkinkah? Ah, masa? Dua minggu?
Tidak ku ceritakan reaksi mama. Yang patut kusebut adalah keherananku. Mengapa? Mengapa saat aku menunduk ketika dimarahi mama dan kemudian aku menatap wajah mama, mendadak aku melihat bayangan ungu disekelilingnya. Ya, sekujur tubuh mama terselimuti bayangan ungu. Aku merinding,. Aku bahkan tidak berani untuk mendekat atau bahkan bertanya pada mama. Ketika mama puas mengomeliku panjang lebar dan meninggalkan aku, aku buru-buru menghambur kekamar. Namun, dipojok ruang keluarga seseorang duduk memperhatikan. Yangti,
Seperti magnet, kakiku melangkah kearah yangti dan mencium tangannya.”sugeng,yangti,” ujarku.


Haha? Apa ini? Yangti diselimuti warna biru?
“ Nanti yangti cerita sesudah kamu mandi,” ujar yangti setengah berbisik.
Aku mengangguk. Belum pernah aku ingin mandi dan bercukur dengan cepat seperti saat itu. Penasaran pada bakal cerita yangti.
Aku mengetok kamar yangti.
“ Masuk le.”
Aku buru-buru duduk disebelah yangti yang sepertinya sudah menanti kedatanganku.
“Ada apa sebenarnya yangti?” tanya ku penasaran.
“Mata ketiga,”sahut yangti pendek.
“Apa itu mata tiga?” tanya ku bingung
“Dengar baik-baik… sejak lahir kamu sudah punya indra keenam,itu kita tahu. Mata ketiga adalah sebutan sebutan istimewa untuk orang yang mempunyai kelebihan melihat hal-hal yang kasat mata, atau mampu menembus apa yang tidak bisa diketahui orang lain…”
“Bowo ga ngerti…”
“Gini. Bowo pergi kemana?”
“pujon. Tempat apa sih itu yangti?”
Yangti menghela nafas panjang. “Sudah yangti kira,” begitu jawabnya.
“Memengnya ada apa disana?”
“Begini.keturunan pangeran santri, anak sunan kalijaga, ada yang tinggal didaerah situ, termasuk orang tua yangti atau buyutmu…”
“Hah? Kok ga pernah ada yang cerita ?”
“Karena kamu atau june ga pernah nanya yangti….Hehehe,” ujar yang geli sendiri.
“Lalu kenapa yangti punya rumah di jogja dan memilih tinggal disana?”
“Ya mengikuti almarhum eyang kakung kamu to le. Tapi yangti suka kesepian disana, mangkane nyambangi kamu terus disini.”

Aku termangu.
“Ada kuburan di pujon sana yangti.kiburan siapa?”
“Kuburan keluarga kita..”
“Tapi kok tidak terawat?”
“Juru kunci yang metrawat kuburan itu sudah meninggal,namanya eyang seno. Sesudah itu tidak ada yang berani merawatnya.tapi setiap ada keluarga yang kesana,termasuk yangti.pasti akan membersihkannya…?”
“Penduduk pujon bagaimana?”
“Tidak ada yang berani mendekatinya, apalagi mengusiknya. Mereka membiarkannya saja. Konon. Ada seorang laki-laki muda yang iseng menendang-nendang salah satu batu nisan tapi kemudian ia justru berenang…”
“Kok berenang?”
“Iya. Dia tiba-tiba seperti dibawa gelombang laut dan berada ditengah-tengah lautan. Lalu dia terpaksa berenang tapi sepanjang mata memandang hanya lautan. Hingga akhirnya salah satu penduduk menemukan dan menyadarkannya…”
“Ooo…tapi paling tidak mboknya diperbaiki supaya kelihatan rapih…”
“Hush, mana ada yang beran merenovasi atau memperbaiki kuburan aslinya? Semua takut, juga keluarga….”
“Lalu,apakah anggota keluarga yang masih ada ini jika meninggal bisa dikuburkan disana?”
“Kalau masih keturunan santri, Ya. Tapi setahu yangti nggak ada yang berani.keluarga terakhir yang dikuburkan disana adalah eyang buyut yangti. Yang lainnya, termasuk buyut kamu sendiri, dikubur dikuburan umum.”
“Heran.kok tidak ada yang pernah ada yang mengajak bowo kesana?”
“Soalnya sudah tidak ada keluarga yang tinggal disana. Lagi pula siapa bilang kamu tidak pernah kesana? Sewaktu mamamu hamil kamu, yangti dan mama kesana…”
“Tapi kan bowo ada diperut…”
“Suatu hari nanti,kita kesana…”
“Yeee yangti, bowo sudah kesana sendirian, ingat?”
“Nah itu?”
“Lalu istana yang bowo lihat ada dong yangti?”
“Istana?”
Waja yangti yang penuh kerutan tampak lebih berkerut,heran.
“Ya apalah namanya.joglo atau apa,tapi bowo seperti melihat rumah besar yang bersinar.justru sinar putih yang menghujam bowo datang dari pintu gerbangnya yang terbuka.”
Yangti menggeleng. “Yang itu yangti nggak tahu. Mungkinkah rumah keluarga nenek moyang kita dulu? Mungkin rumah itu hancur ah…entahlah…sudah,nggak usah dipikirin.kamu tahu nggak sih ‘wo, kalau sunan kalijaga mau pergi, konon terkadang beliau hanya memejamkan mata dan bisa sampai kesana.”
“Ya yangti, Tapi bowo bukan sunan kalijaga .Bowo capek…,”keluhku.
Yangti tertawa geli.
“Dulu semasa muda sunan kalijaga juga mirip kamu, dalam arti sedikit nakal namun sebenarnya berhati baik. Iya bahkan menyebut dirinya sendiri berandal lokajaya dan berlaku seperti robin Hood, pembela kaum miskin dengan merampok orang kaya dan kikir.
Namun ini salah…salah. Dan tentu saja beliau nantinya sadar dan dituntun sunan bonang yang seperti kamu ketahui,lalu menjadi sunan kalijaga.”
Namun, kemudian wajahnya berubah menjadi serius dan menatapku tajam-tajam. “Nasib setiap orang sudah digariskan… Hati-hati, orang yang mendapat kelebihan seperti kamu, biasanya hidupnya penuh cobaan,” pesannya.
“Cobaan bagaimana?”
“Wis to. Hati-hati dengan mata ketigamu. Gunakan dengan bijaksana.”
“Tunggu dulu yangti.itukah sebabnya bowo melihat bayangan ungu”
“bayangan ungu.”
“Ya, disekitar mama…”
“O..aura maksudmu. Ya, kalau kamu berkonsentrasi, kamu bias melihat aura orang lain. Ungu maksudnya mungkin mamamu sedang sedih dan kalut memikirkan kamu, misalnya. Yangti juga kurang mengerti…”
Aku masih merinding setiap mengingat hal itu. Begitulah ceritanya. Soal mata ketiga kini menjadi hal yang lumrah bagiku. Kemudian aku tahu, istilah itu bahkan banyak dipakai oleh orang Tibet. Aku tahu hal ini kemudian hari dari jigme,suami june, jigme cerita, beberapa lama yang berbakat, atau memiliki indera keenam, ‘dibuka’ untuk mengetahui misteri kehidupan seperti ku. Ya,ya,ya…aku berusaha menutup mata.
“Kalau mas bowo mau thu lebih banyak, orang Tibet, paling tidak aku, percaya pada kejadian yang dialami Tuesday lobsang rampa,” ujarnya.
“Siapa dia?” Tanyaku heran.
“Banyak orang yang percaya dia adalah reinkarnasi seorang lama dari Tibet. Dan orang yang memiliki mata tiga memang harus dibuka,” jawab jigme.
“Dibuka bagaimana?”
“Ya,caranya berbeda-beda.”
“Maksudmu?” Tanyaku makin tidak mengerti.
“Kalau mas dulu kena cahaya putih, nah lobsang harus dibantu lama lain dalam upacara khusus untuk pembukaannya.”
“Kamu bicara apasih jigme? Maksudmu semacam ritual?” ujarku penuh tanda Tanya.
“Ya.di Tibet kami percaya bahwa orang yang memiliki keistimewaan itu harus membaginya dengan orang lain, dalam arti kata menggunaannya untuk kepentingan yang berguna.”
“Misalnya?” tanyaku terus penasaran.
Jigme lalu bercerita tentang proses terbukanya mata ketiga ini yang benar-benar mengerikan. Seorang astrolog meramalkan bahwa disaat ulang tahunnya yang ke delapan adalah waktu yang tepat untuk membuka mata ketiga.
Katanya sih lobsang rampa mampu membaca aura orang alias melihat gelagat dan sifat orang apa adanya. Jadi, ia bias melihat warna-warna aura disekeliling jika ia mau!
Kita bisa mengartikan aura sebagai vibrasi di setiap objek material.
Aura juga merupakan suatu manifestasi fisik daerah elektrik dari setiap makhluk hidup. Setiap manusia memiliki warna aura tersendiri.
Dari brosur yang diberikan padaku disebutkan warna dan intensitas dari aura,terutama disekeliling dan atas kepala,memiliki arti tersendirimelihat aura seseorang bisa dikatakan melihat atau membaca pikiran orang sebelum orang itu berbicara.bahkan untuk orang yang biasa melihat aura, akan mengerti siapa orang yang berbohong, siapa yang tidak.
Dari segi sepiritual, aura adalah tanda. Jika seseorang mampu mendeteksi orang lain dengan warna auraterang dan bersih, hampir bisa diartikan artinyapun demikian. Jika warna aura didominsai warna hitam, gelap dan kotor, bisa dinyatakan orang itu memiliki intensi yang tertutup dan mencurigakan.